Rabu, 07 September 2011

LP Tipoid


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DEMAM TYPOID


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian
Demam tifoid ( sinonim : typoid, tifus, tifus abdominalis, demam paratipoid, enteric fever ) adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia yang lama, disusul oleh fibris yang tinggi, keluhan gangguan perut, pembengkakan limfa, bradicardi relative, leucopenia dan pada sebagian kasus disertai roseola tifosa (FK Unud,2004)
Menurut Mansjoer,dkk (2001) Demam tifoid adalah infeksi akut usus halus
Tifus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (FK UI,2007)
Menurut Depkes RI (2007) Demam tipoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhii yang ditularkan melalui makanan yang tercemar oleh tinja dan urine penderita.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, demam typoid adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh salmonella typhii yang ditularkan melalui makanan yang tercemar oleh tinja dan urine penderita, ditandai dengan bakterimia yang lama, fibris yang lebih dari satu minggu, keluhan gangguan perut, pembengkakan limfa, bradicardi relative, leucopenia, gangguan kesadaran dan pada sebagian kasus disertai roseola tifosa
 2. Epidemiologi 
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun. 
Pada usia anak sekolah , mereka cenderung kurang memperhatikan kebersihan/ hygiene perseorangannya yang mungkin diakibatkan karena ketidaktahuannya bahwa dengan jajan makanan sembarang dapat menyebabkan tertular penyakit demam typhoid. Sedangkan pada anak-anak usia 0-1 tahun prevalensinya lebih rendah karena kelompok umur ini cenderung mengkonsumsi makanan yang berasal dari rumah masing-masing yang tingkat kebersihannya masih cukup baik dibanding yang dijual di warung-warung makanan (makanan yang diberikan dimasak sendiri oleh ibu bayi tersebut). Namun kelompok umur ini tidak dapat terhindar dari penyakit demam typhoid, mungkin salah satu akibatnya adalah tingkat hygine perseorangan dari ibu bayi tersebut. Mungkin ibu bayi tersebut kurang memperhatikan kebersihan makanan yang ia konsumsi, selanjutnya ibu tersebut menderita demam typhoid dan kemudian menularkan pada bayinya melalui makanan yang mengandung bakteri Salmonella thypi.
 3. Penyebab
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Salmonela merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella memiliki karakteristik memfermentasikan glukosa dan mannose tanpa memproduksi gas, tetapi tidak memfermentasikan laktosa atau sukrose. Seperti Enterobacteriaceae yang lain Salmonella memiliki tiga macam antigen yaitu antigen O (tahan panas, terdiri dari lipopolisakarida), antigen Vi (tidak tahan panas, polisakarida), dan antigen H (dapat didenaturasi dengan panas dan alkohol). Antigen ini dapat digunakan untuk pemeriksaan penegak diagnosis.

4. Patofisiologi
Menurut FK UI (2007) Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit.
Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus kemudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah ( bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin yang dieksresikan oleh basil S.typhi sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus

Gambaran patofisiologi dalam masalah keperawatan dapat digambarkan pada Web Of Caution ( WOC ) di bawah ini.

Web Of Caution Demam Typoid

Salmonella typhii & Salmonella paratyphi

Makanan & Minuman
(oro – fecal)


 

Lambung
(bacil sebagian dimusnahkan asam lambung)
Sebagian bacil masih hidup


 

Usus halus


 

Masuk ke pembuluh limfe
 

Peredaran darah


 


Endotoksin                  Hati & Limfe                                       masuk ke pembuluh darah lagi/
                                                    Duktus toratikus (bakterimia)
Reaksi antigen             Pembesaran hati          
Antibody kompleks                & limfe                                                 Kelenjar limfoid usus halus
                         Jantung                      (Plak payeri )
Mononuclear               Penekanan                                          
   Fagocit                         lambung                    Bradicardi               Ilium terminalis
                                                                          relatif                       Hipertropi
  Endegenus                 Gangguan lambung                 
Pirogen (interleukin 1)                                                                              Perdarahan/perporasi                                                                                 Malaesa                       intestinal
Hipothalamus                Mual & muntah
                                                                                                       Gangguan Penyerapan air
Intoleransi aktifitas
 
Prostaglandin E                                                                                                    di usus








Nausea
 






 


Increase in body                                                                              Peningkatan peristaltic












 

Diare
 
Heat generation             intake in adekuat
      (water loss )                           








 

           

Hipertermia
 
Penurunan peristaltik 
Resiko kurang Volume cairan
 
Usus


 


                                                                                Penurunan dorongan
                                                                                       Pada colon


 


   Penurunan reflek
    Spinter internal








Konstipasi
 





5. Gejala Klinis
Menurut Manson & Bahr (1985) ada lima cardinal sign demam tipoid, yaitu :
a. Demam
b.  Ratio frekuensi nadi = suhu yang rendah (bradikardi relatif), terapi simtomatik dapat mengaburkan cardinal sign ini.
c. Toxemia yang  karakteristik.
d.Splenomegali
e.  Rose spot
Sign lainnya :
a.  Distensi abdomen.
b.  Pea soup stool
c.  Perdarahan intestinal
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung tiga minggu. Bersifat febris remiten (gambaran anak tangga) dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biaasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggun ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pencernaan
Gangguan pada saluran pencernaan pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada saat perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
d. Gejala lain
Disamping gejala-gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama ddemam. Kadang-kadang ditenukan bradikardia pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
Menurut Syamsuhidayat (1998), Gambaran klinik tifus abdominalis sbb :
a. Keluhan:
1)  Nyeri kepala (frontal)                                         100%
2) Kurang enak di perut                                           ³50%
3) Nyeri tulang, persendian, dan otot                      ³50%
4) Berak-berak (diare)                                              £50%
5) Mual dan muntah                                                 £50%
b. Gejala :
1) Demam                                                                100%
2) Nyeri tekan perut                                                 75%
3) Bronkitis                                                              75%
4) Toksik                                                                  >60%
5) Letargik                                                               >60%
6) Lidah tifus (“kotor”)                                            40%

6.  Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
·      Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
·      Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
·      Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid.
           Menurut Mansjoer dkk (1999 : 422) Biakan darah positif memastikan demam typoid. Tetapi biakan negative tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan titer widal empat kali lipat selam 2 – 3 minggu memastikan diagnose demam typoid. Reaksi widal tunggal dengan titer antibody O 1 : 320 atau titer antibody H 1 : 640 menyokong diagnosis demam typoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa pasien, uji widal tetap negative pada pemeriksaan ulang. Walaupun biakan darah positif.
 7.  Penatalaksanaan dan Therapi
Menurut FKUI (2007) Penatalaksanaan demam typoid yaitu :
a.       Isolasi penderita dan desinfektan pakaian dan ekskreta
b.      Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi ( sakit yang lama, lemah, anoreksia)
c.       Istirahat mutlak selama demam
d.      Diet : makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan banyak gas.
e.       Therapi : Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
f.       Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
g.      Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
h.      Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
i.        Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
j.        Golongan Fluorokuinolon
1)      Norfloksasin    : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
2)      Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
3)      Ofloksasin       : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
4)      Pefloksasin      : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
5)      Fleroksasin      : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
k.      Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

8.  Komplikasi
           Menurut Mansjoer dkk (2001 : 424), Komplikasi demam typoid dapat dibagi dalam
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus Paralitik

b.  Komplikasi ekstraintestinal
1) Komplikasi cardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, thrombosis dan tromboflebitis.
2)  Komplikasi darah : anemia hemolitik,trombositopenia, koagulasi intravaskuler desiminata, dan sindrom uremia hemolitik.
3)  Komplikasi paru  : Pneumonia, empisema dan pleuritis
4)  Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
5)  Komplikasi ginjal : Glomerolus nefritis, pielonefritis dan perinefritis
6)  Komplikasi tulang : osteomilitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer, sindrom guillikan barre, psikosis dan sindrom katatonia.





B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
a.  Data Subyektif
1) Mengeluh badan panas, suhu badan naik pada sore hari dan turun pada pagi hari
2) Pusing / sakit kepala
3) Badan lemas (malaesa)
4) Mual
5) Nek pada hulu hati
6) Rasa pahit pada mulut
7) Sakit / ngilu pada badan dan kaki
8) Anoreksia
9) Discomfort pada perut
10) Diare / konstipasi
b. Data Obyektif
1) Nampak gelisah
2) Suhu > 38 C
3) Nadi lemah (bradicardi relative)
4) Nafas berbau tidak sedap
5) Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden)
6) coated tongue
7) Meteorismus
8) Distensi abdomen
9) Pembesaran hati dan limfe
10) apatis / somnolen
11) Roseola tifosa pada punggung dan anggota gerak
12) Uji widal : peningkatan titer 4 kali pada 2 kali pemeriksaan
13) Leucopenia

2.  Diagnosa Keperawatan
a.       Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
b.      Nausea berhubungan dengan distensi gastrik
c.       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dan imobilisasi
d.      Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
e.       Diare berhubungan dengan proses infeksi
f.       Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal






















 

3.  Rencana Keperawatan


No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu  pasien kembali dalam rentang normal, dengan criteria :
a.  Suhu 36 – 37.2 C
b. Badan dirasakan tidak panas
c. muka tidak merah
d. pasien nampak tenang dan tidak menggigil

1.   Istirahatkan klien

2.   Observasi suhu, nadi, tensi, RR klien

3.   Berikan kompres hangat/dingin pada aksila dan dahi atau lakukan tepid sponge
4.   Motivasi minum dalam jumlah yang cukup (sesuai kebutuhan tubuh: 20 -30 cc/ kg BB)

5.   Kolaboratif pemberian antipiretik
1.   Menurunkan pemakaian energi tubuh yang tidak diperlukan

2.   Perubahan gejala cardinal menentukan pilihan tindakan perawatan
3.   Upaya menurunkan suhu secara konveksi

4.   Menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat panas (10 %) dan mencegah terjadinya peningkatan panas secara terus menerus
5.   Antiperektik mampu menekan hipotalamus anterior pre optic utk tdk mengeluarkan panas yg berlebihan
2
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dan imobilisasi

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien toleran dalam beraktifitas dengan criteria :
a. Menyampaikan kebugaran badan
b. Cardinal normal
c. nyaman dalam beraktifitas
1. Kaji ketidakmampuan aktifitas klien
2. Sarankan klien untuk tirah baring
3. Pantau Vital sign secara rutin setiap 4 jam

4. Bantu ADL sesuai dengan kebutuhan klien
5. Programkan Ambulasi dan sesuaikan dengan program therapi
1. Mengukur tingkat ketidakmampuan klien dan dasar dalam menyusun rencana tindakan
2. mengurangi peningkatan  metabolisme tubuh dan kelelahan yang berlanjut
3. memonitoring keadaan umum dan perubahan status kesehatan klien

4. mengurangi peningkatan metabolisma tubuh, mencegah komplikasi dan pelaksanaan program therapi secara bertahap
5. ambulasi diprogramkan pada satu minggu lepas panas dan memulihkan kebugaran tubuh klien secara bertahap

3
Nausea berhubungan dengan distensi gastrik

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami nausea, dengan criteria :
a. menyatakan tidak mual
b. muntah tidak ada
c. nek hulu hati tidak ada
1. Kaji intensitas mual & muntah, bahan muntahan, jumlah muntahan

2. Motivasi klien untuk melakukan distraksi auditori / visual
3. Kolaborasi dalam pemberian diet dan sesuaikan dengan kesenangan klien

4. Libatkan keluarga dalam perawatan

5. Kolaboratif dalam pemberian obat anti mual ( emetik)
1. menilai intake dan output serta dasar dalam penyusunan rencana perawatan selanjutnya
2. mengurangi fokus klien dengan keluhan dan keadaannya

33. Makanan yang salah dan tidak sesuai dengan kesenangan klien akan menurunkan nafsu makan klien shg memperburuk keluhan klien.
4. Agar klien merasa diperhatikan dan mendukung program terapi dan perawatan
5. obat emetik mampu menekan pusat muntah sehingga respon muntah bisa berkurang

4
Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan, dengan criteria :
a. Membran mukosa mulut tidak kering
b. turgor elastis
c. peningkatan denyut nadi
d. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
e. Berat badan stabil
f. Haus (-)
1. monitor status dehidrasi (kelembaban mukosa,nadi, tekanan darah ortostatik)
2. Pantau intake dan output dalam 24 jam

3. Monitor vital sign
4. Dorong masukan oral


5. Kolaboratif dalam pemberian cairan per IV
1. Mencegah penurunan status kesehatan dan komplikasi yang dapat terjadi
2. memantau keseimbangan antara intake dan output

33. pemantauan secara ketat terhadap perubahan status kesehatan klien
4. meningkatkan intake nutrisi / cairan  tubuh

5. mencegah dan menghindari kehilangan cairan yang lebih banyak

5
Diare berhubungan dengan proses infeksi

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami diare, dengan criteria :
a. BAB 1 kali sehari
b. Faeces : Konsistensi lembek, darah (-), lendir (-)
c. Keluhan nyeri saat BAB tidak ada

1. Pantau / tanyakan output pasien (karakteristik dan konsistensinya)
2. motivasi  pasien untuk  minum banyak (20-30 cc/kg/BB)

3. Cek vital sign


4. kolaboratif pemberian obat antidiare
1. Sebagai dasar perencanaan dan evaluasi kemajuan perawatan dan therapi yang telah diberikan
2. Mencapai keseimbangan cairan

33. pemantauan secara ketat terhadap perubahan status kesehatan klien
4. mengobati dan mencegah komplikasi lebih awal


6
Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami konstipasi, dengan criteria :
a. BAB 1 kali sehari
b. Konsistensi lembek, darah (-), lendir (-)
c. Keluhan nyeri saat BAB tidak ada
d. distensi abdomen (-)

1. Pantau / tanyakan output pasien (karakteristik dan konsistensinya)
2. motivasi  pasien untuk  minum banyak (20-30 cc/kg/BB)

3. kolaboratif pemberian diet untuk memperlancar defikasi


4. kolaboratif pemberian obat laxan / supositoria
1. Sebagai dasar perencanaan dan evaluasi kemajuan perawatan dan therapi yang telah diberikan
2. untuk dorongan dan melembekkan faeces

33. Menstimulasi usus untuk mendorong dan melembekkan faeces
4. mengobati dan mencegah komplikasi lebih awal


 
 
Implementasi
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun pada uraian rencana keperawatan.

Evaluasi
      1.  Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada saluran pencernaan
Suhu 36 – 37.2 C, Badan dirasakan tidak panas, muka tidak merah, pasien nampak tenang dan tidak menggigil

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dan imobilisasi.
Menyampaikan kebugaran badan, Cardinal normal,  nyaman dalam beraktifitas
Nausea berhubungan dengan distensi gastric.
Menyatakan tidak mual, muntah tidak ada, nek hulu hati tidak ada
Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh.
 Membran mukosa mulut tidak kering,  turgor elastis,  peningkatan denyut nadi,  Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam. Berat badan stabil,  Haus (-)
Diare berhubungan dengan proses infeksi
BAB 1 kali sehari, Faeces : Konsistensi lembek, darah (-), lendir (-), Keluhan nyeri saat BAB tidak ada.
Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal.
BAB 1 kali sehari , Konsistensi lembek, darah (-), lendir (-), Keluhan nyeri saat BAB tidak ada, distensi abdomen (-)













           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar